:annemarie schimmel
membacamu, darahku berkobar
nadiku terbakar
sendirian dan terkapar
aku mengejar-ngejar ombak berdebur di jantungmu
mengaja langit biru di matamu
membaca lembar-lembar biru pada setiap
helai putih rambutmu
hingga bumi retak, gunung membuncah
pada saat giblaltar yang kau lintasi
adalah doa-doa musim kemarau yang abadi
adalah sejarah yang ditulis dengan darah dan duri
lantaran kobar apimu sebagai matahari
mencairkan seribu gurun di siang hari
Seribu Matahari Di Sajakku
Bila ada seribu matahari di sajakku
Aku ingin mempersembahkan pada ketabahan ayahmu
Bila ada malam-malam larut menunggu ayahmu
Aku ingin mengajarkan ketabahan juang padamu
Serta indahnya arti bertemu
Bila tangismu-senyummu mengajakku
Membuka mata di malam gulita
Akan kuberikan seluruh dunia di tanganmu
Serta indahnya larut malam di tahajudmu
Bila pagi hari, ada mekar bunga di taman kecil rumah kita
Aku ingin menyelipkannya di rambut pirang kanakmu
Dalam renyah tawamu, dan di keceriaan cintamu
Bila ada hujan yang rintiknya basahi daun jambu
Aku ingin kau menyaksikan beningnya.
Mengguratkan bening cintaku di matamu
Bila namamu adalah seribu matahari
Aku ingin menyanyikan sepanjang hari
2001
Aku Ingin
Aku ingin mengembalikan api berkobar itu padamu
Api yang dulu menyala-nyala mendidihkan jiwaku
Menghanguskan matahari yang membakar-bakar hati
Aku ingin kembali meneriakkan kebebasan yang dulu kau
Pahatkan di jantungku
Agar mimpi tak sekedar lilin menyala
Membakar dirinya sendiri
Kini aku ingin sematkan melati yang tangkainya api di
pundakmu
Sebagai prasasti bumi masih berputar mengelilingi
matahari
2001
Maftuhah
Jakfar,
lahir di Batu Putih, Sumenep, Madura, 15 Desember 1975. Alumnus Pondok
Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep. Menampatkan Pendidikan Akhir di IIQ (Institut
Ilmu Al-Qur’an) Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam. Menulis
Puisi sejak duduk Di Madrasah Aliyah. Beberapa puisinya dimuat di Repulika, Surabaya Post, PIkiran Rakyat,
Annida, Mitra Dialog, dan lain-lain. Puisinya juga termaktub dalam beberapa
antologi bersama: Malam Seribu Bulan (1993), Tetesan Nurani (1994), Tanah Kelahiran (1994), Nuansa Diam (1995), dan Gelanggang di Luar Pusaran (1999).
Kumpilan Puisi Tunggalnya: Lubuk Laut (1995).
Catatan
Si Tukang
Arsip:
puisi ini diketik ulang oleh Haryono Nur Kholis dari
kumpulan puisi Surat Putih 2 –25 Perempuan
Penyair (Jakarta:
Risalah Badai, Mei 2002).
Antologi puisi ini kami temukan dari seorang rekam kami yang aktif di Teater Eska dan
meminjamnya dari Perpustakaan Teater Eska UIN Suka Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar