Arus Darah
nyungkem dalam
mingkem
senyum malam
terbenam
di ufuk bubungan
sacral
nada berthawaf:
lintasan
fatamorgana fana
denyut
kelamin lelap
pada
khilaf kenangan.
Lelang cermin memintal bantal
Tempat melabuh subuh
Fajar rindu pada redup
Siang tangpa kerudung air senja
Tinja
lahir atas nama cinta
Lahir tepat musim kecambah
Harum dalam dada-dada; retak
Arus darah tiba-tiba diam di ujung
hening
Merenung kenangan-kenangan debu
Yang berbatu dari rahim
Kenang:
Nang
ning nung
Nang
Gung
Irama dalam ombak beku
Sebeku hari lugu tak bertugu
Istana Kecil
Gemilau pernik emas berdesakan di
dalamnya
Mencucuk dada
Lemarinya adalah hutan rokem dan nyalateng
Sarapan
penghuninya
Pagi:
semangkuk bakso duka oaring-oarang jelata
Siang:
sepiring daging tikus dan daging-daging pengamen
Sore
atau malam: sate kerusuhan dan anak tak sekolah
Minumnya:
Susu air mata, comberan pendidikan dan
kencing PSK
Snacknya:
Coklat aspal, kacang-kacang kerikil
Orang Madura
Kemana ia akan melangkah
Di carilah lubang hidung mana yang bernafas
lebih lega,
Kaki kanan menghentak bumi tiga kali
Tanpa lipatan,
Tanpa selingkuh Tuhan
Tanpa gentar tantang getir harapan
Melangkah santai dengan mata tipis
Tanpa bellis,
Namun belas
Tanpa aroma sekam
Namun nyalama
Orang Madura;
Ia melangkah, menyisir belantara,
Gemuruh rantau berombak dalam dada
Beranak-pinak
Dengan garamnya; penyedap tingkah,
pemanis bahasa dan
Takkan sedap di mata dunia
Orang Madura
Kemana ia melangkah terselip bekalnya
Madu dan darah
2010
Catatan si Tukang
Arsip: puisi-puisi ini, diambil dari Manuskrip puisi di
perpustakaan Divisi Sastra Teater ESKA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar