Minggu,
07 November 2010
PULANG
Pulang. Selalu membawa rasa girang. Bertemu
rumah, taman, dan kenangan yang lekat di ruang dalam, dan halaman depan
Pulang. Selalu meminta rasa lapang. Terusir dari keluarga, rasa nyaman. Ada luka nganga di pintu pagar dan kamar depan
Pulang. Selalu meninggalkan rasa gamang. Sepeninggal kisah kekasih yang selalu membasah
Pulang. Selalu meminta rasa lapang. Terusir dari keluarga, rasa nyaman. Ada luka nganga di pintu pagar dan kamar depan
Pulang. Selalu meninggalkan rasa gamang. Sepeninggal kisah kekasih yang selalu membasah
JALAK
Burung jalak hinggap di dahan
Hujan baru reda bertumpahan
Bau tanah dan rumput basah
Memenuhi udara resah
Burung jalak hinggap di dahan
Pada sekeping uang logam
Wajahnya kabur, lama dimakan usia
Suaranya beku tertahan lalu masa
Burung jalak itu kini terbang
Menyusuri luas angan
Menjelajahi pohon-pohon kata
Dan ranting-ranting kisah
Mendatangi bukit-bukit sepi
Memetik sunyi
Burung jalak itu kini kesepian
Terkurung dalam sangkar hari
Menyanyikan hutan dan sunyi
Merindukan sarang dan keturunan
Hujan baru reda bertumpahan
Bau tanah dan rumput basah
Memenuhi udara resah
Burung jalak hinggap di dahan
Pada sekeping uang logam
Wajahnya kabur, lama dimakan usia
Suaranya beku tertahan lalu masa
Burung jalak itu kini terbang
Menyusuri luas angan
Menjelajahi pohon-pohon kata
Dan ranting-ranting kisah
Mendatangi bukit-bukit sepi
Memetik sunyi
Burung jalak itu kini kesepian
Terkurung dalam sangkar hari
Menyanyikan hutan dan sunyi
Merindukan sarang dan keturunan
IRINGAN
Iringan takbir di jalanan,
mengingatkan barisan demonstran menuju balai kota.
Mereka tak sedang memuji,
tetapi tengah beraksi.
mengingatkan barisan demonstran menuju balai kota.
Mereka tak sedang memuji,
tetapi tengah beraksi.
NEGERI
SEOLAH-OLAH
Seolah-olah negeri ini kaya
namun orang miskin di pinggir sana
Seolah-olah negeri ini makmur
namun banyak TKI diekspor
Seolah-olah negeri ini berdaulat
namun batas lautan belum juga sepakat
Seolah-olah negeri ini berkuasa
namun banyak pulau disia-sia
Seolah-olah negeri ini hijau
namun banyak hutan api meranjau
Seolah-olah negeri ini santun
namun banyak kekerasan bertahun-tahun
Seolah-olah negeri ini subur
namun banyak nasib petani dikubur
Seolah-olah negeri ini sejahtera
namun banyak birokrasi jadi peminta
Seolah-olah negeri ini maju
namun pendidikan sebatas harga dan baju
Seolah-olah negeri ini puisi
namun terlalu banyak basa-basi
Seolah-olah negeri ini mati
namun hidup dalam hati
Seolah-olah negeri ini kaya
namun orang miskin di pinggir sana
Seolah-olah negeri ini makmur
namun banyak TKI diekspor
Seolah-olah negeri ini berdaulat
namun batas lautan belum juga sepakat
Seolah-olah negeri ini berkuasa
namun banyak pulau disia-sia
Seolah-olah negeri ini hijau
namun banyak hutan api meranjau
Seolah-olah negeri ini santun
namun banyak kekerasan bertahun-tahun
Seolah-olah negeri ini subur
namun banyak nasib petani dikubur
Seolah-olah negeri ini sejahtera
namun banyak birokrasi jadi peminta
Seolah-olah negeri ini maju
namun pendidikan sebatas harga dan baju
Seolah-olah negeri ini puisi
namun terlalu banyak basa-basi
Seolah-olah negeri ini mati
namun hidup dalam hati
SEPASANG
PENGANTIN
Sepasang pengantin,
sepasang kembang kenanga dan melati
Langit biru tua warna mewangi
Sepasang pengantin,
sepasang burung.
Kicau kepodang dan jalak hutan
Saling bersahut merimbunkan hehunian
Sepasang pengantin,
sepasang jajanan, kue lemper dan kukusan.
Berbungkus daun pisang pupus,
dan segulung kertas dalam kardus
Sepasang pengantin,
sepasang hehijauan, daun muda dan jenang ketan
Gula aren dan air nira,
manis-manis dirasa
Sepasang pengantin,
sepasang sungai
memanjang membentang
meliuk menikung, ke laut terlentang.
Sepasang pengantin,
sepasang lautan; ikan, lokan,
gelombang, garam, pasiran pantai, terumbu karang,
bakauan dan akar bahar.
Sepasang pengantin,
sebatang garam.
Percik berkilau,
asin ditelan
perih diderau.
Sepasang pengantin,
sepasang ikan terbang di atas perairan
di bawahnya bayang-bayang menghitam
beretakan.
Sepasang pengantin,
bayang-bayang hitam di kamar,
saling berangkulan menyalakan lampu bohlam,
semalaman.
Sepasang pengantin,
sepasang lampu pijar.
Bergoyang-goyang ditimpa angin berkesiur
menggetarkan sekujur
Sepasang pengantin,
sepasang angin yang bersandar
dan gurat kemerahan sekujur badan.
Sepasang pengantin
sepasang merah, bibir perempuan,
dan kudung lelaki pagi
membakar sunyi dalam diri
Sepasang pengantin,
sepasang bulan, bulan terbit dan
bulan tenggelam. Bulan datang
bulan terhalang
menunggu tangis merah kehidupan
Sepasang pengantin,
hidup dan mati
saling mendekap
saling merapat
saling mengikat
menunggu saat
Sepasang pengantin,
sepasang kembang kenanga dan melati
Langit biru tua warna mewangi
Sepasang pengantin,
sepasang burung.
Kicau kepodang dan jalak hutan
Saling bersahut merimbunkan hehunian
Sepasang pengantin,
sepasang jajanan, kue lemper dan kukusan.
Berbungkus daun pisang pupus,
dan segulung kertas dalam kardus
Sepasang pengantin,
sepasang hehijauan, daun muda dan jenang ketan
Gula aren dan air nira,
manis-manis dirasa
Sepasang pengantin,
sepasang sungai
memanjang membentang
meliuk menikung, ke laut terlentang.
Sepasang pengantin,
sepasang lautan; ikan, lokan,
gelombang, garam, pasiran pantai, terumbu karang,
bakauan dan akar bahar.
Sepasang pengantin,
sebatang garam.
Percik berkilau,
asin ditelan
perih diderau.
Sepasang pengantin,
sepasang ikan terbang di atas perairan
di bawahnya bayang-bayang menghitam
beretakan.
Sepasang pengantin,
bayang-bayang hitam di kamar,
saling berangkulan menyalakan lampu bohlam,
semalaman.
Sepasang pengantin,
sepasang lampu pijar.
Bergoyang-goyang ditimpa angin berkesiur
menggetarkan sekujur
Sepasang pengantin,
sepasang angin yang bersandar
dan gurat kemerahan sekujur badan.
Sepasang pengantin
sepasang merah, bibir perempuan,
dan kudung lelaki pagi
membakar sunyi dalam diri
Sepasang pengantin,
sepasang bulan, bulan terbit dan
bulan tenggelam. Bulan datang
bulan terhalang
menunggu tangis merah kehidupan
Sepasang pengantin,
hidup dan mati
saling mendekap
saling merapat
saling mengikat
menunggu saat
Jumat, 01
Januari 2010
MUSIM
TEMBAKAU (1)
Dari lembah-lembah, wanita-wanita bersanggul
kembang malam
Mengusung sungai dari tebing batu-batu
Bulan-merah terbit di antara tembikar dan gugusan bukit kabut
Mengintip retakan wajah pulau
Barisan lengan hitam memikul tanah kering, hawa panas
Dan rentengan nasib naas
Mengusung sungai dari tebing batu-batu
Bulan-merah terbit di antara tembikar dan gugusan bukit kabut
Mengintip retakan wajah pulau
Barisan lengan hitam memikul tanah kering, hawa panas
Dan rentengan nasib naas
BACA (2)
Tanda-tanda yang berbaris dari kiri ke kanan
Menggeser isi kepala dari bibir petang ke jeram cahaya kalam
Suara-suara bertubrukan dalam ruang berdinding merah;
Basmalah!
Menggeser isi kepala dari bibir petang ke jeram cahaya kalam
Suara-suara bertubrukan dalam ruang berdinding merah;
Basmalah!
Tempat aku dan kau lewat
Dari liang lahir sampai lubang lahat
Diselang-seling dengung, lalu lengkung
Melintasi batas langit paling agung
Dari liang lahir sampai lubang lahat
Diselang-seling dengung, lalu lengkung
Melintasi batas langit paling agung
Hidayat
Rahardja,
lahir di Sampang, 14 Juli 1966. Lulus D III IKIP Surabaya. Tulisannya
dipublikasikan di Karya Darma, Surabaya
Post, Republika, Swadesi,Pikiran Rakyat, Singgalang, Horison, dll. Karyanya
: Puisi PariwisataIndonesia (ap), Tanah Kepahiran (ap), Refleksi Setengah Abad Indonesia Merdeka (ap),
Songket
(ap), Negeri Banyang-Bayang (ap),
Negeri Impian (ap), Memo Putih (ap, 2000), dll.
Catatan Si
Tukang Arsip
: Puisi ini diambil dari blog pribadi pengarang. Diposting pada tanggal 07 November 2010 (Pulang | Jalak | Iringan | Negeri
Seolah-Olah| Pasangan Pengantin ), 01 Januari 2010 (Musim Tembakau (1) | Baca (2)| Usia (1)). Biografi Penyair di ketik
ulang dari : Korie Layun Rampan, Leksikon
Susastra Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, ), hlm. 195-196.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar