Aku tak bisa berbuat banyak dalam hidupku. Aku
lakukan apa yang kubisa. Menulis sajak bukanlah jalan hidup atau kematiaanku.
Aku hanya ingin tahu keduanya meski pengetahuan manusia tak pernah utuh tentang
realitas yang ada. Semua sajak ini adalah sebuah proses di mana aku sebagai
manusia yang terkadang sedih, bahagia hingga merasa terasing dari dunia mencoba
untuk menyeimbangkan diri agar benar-benar menjadi manusia. Semua sajak yang
punya banyak gaya dalam penulisannya ini adalah usaha mengekalkan kenangan
bersama orang yang dekat atau jauh dariku. Yang sesekali datang dan pergi atau
tidak sama sekali. Tak ada penilaian untuk semua ini selain apa yang ada pada
setiap kata itu sendiri. Sebab tak ada yang pernah selesai dalam hidupku juga
sajakku...
Bagian XIII
JALAN
SUNYI
:kekasih sunyi
I.
tak kulihat jejak apalagi jarak tempuh
bagaimana bisa tahu
kalau itu kau atau aku
meski ada matahari
tak ada bayang di situ
hanya debu memedihkan mata
dari langkah kaki kita
dan di sepanjang perjalanan
kita tak punya pertanyaan untuk itu
tetapi sama-sama berseru:
—engkaulah kekasihku!—
:kekasih sunyi
I.
tak kulihat jejak apalagi jarak tempuh
bagaimana bisa tahu
kalau itu kau atau aku
meski ada matahari
tak ada bayang di situ
hanya debu memedihkan mata
dari langkah kaki kita
dan di sepanjang perjalanan
kita tak punya pertanyaan untuk itu
tetapi sama-sama berseru:
—engkaulah kekasihku!—
II.
apa yang harus dirapikan dalam keheningan
dari cinta yang kupunya adalah kerdip bintang
dan goyangan bulan yang di gantung malam
sedikit dari percaya menuju cahaya
III.
aku masih ingat jika kau terlupa
jalan menuju pulang
saat tiadanya suara di telinga
dan kau tertidur lelap di dada
IV.
seseorang telah mencuri peta
dan aku si buta hanya meraba
pada cermin kelam
V.
aku hanya sisa dua cinta yang terlewatkan
di ambang pejam yang merejam
yogyakarta, 2007
DINGIN
dalam gigil
bukan kulitku yang terkelupas
tetapi putih mataku pada mata sajakmu
yogyakarta, 2007
KAU DERU AKULAH ABU
kau deru
akulah abu
mendekatkan bayang dari bayangku
dan akhirnya membatu di tubuh bisu
yogyakarta, 2007
SAJAK
ketika kutahu semuanya hanya cahaya
sebuah patung yang disisakan angin kupercaya
seperti bayangku sendiri
hanya untuk mengatakan
—inilah sajak—
yogyakarta, 2007
MENEMBUS SENYUMMU
: R
I.
kautiup penglihatanku
kutembus senyummu
kutemui sepiku yang dulu
di kedua bibirmu
sebuah kalimat tak tuntas
dalam sajak bisu
II.
bibirmu fajar
dingin menusuk
di sela-sela tanaman
di halaman depan
dan seekor burung melintas samar
aku gemetar di luar pagar
ingin menembus pintu awan
yogyakarta, 2007
SEPENGGAL NAFASKU
sepenggal nafasku tercoret di kertas itu
tiba-tiba luntur merangkai wajahmu
kucoretkan kembali bertaburkan melati
dan aku selalu sepi
yogyakarta, 2007
*Dunia
Absurd merupakan blog pribadi penyair Ala Roa yang dikelola sepangjang tahun
2008-2012. Dunia Absurd memiliki pesan: “Dalam kehidupan, kematian yang tak
sempurna adalah karya besar yang jarang orang menemukannya. Sebuah keheningan
yang terdalam dari hati seorang manusia.”
Sedangkan Ala Roa ialah penyair Eksistensialis yang pernah saya kenal,
dan sempat saya jadikan guru. Ia menyebut dirinya dengan : “Aku bukan
siapa-siapa dan bukan apa-apa. Aku bukan penyair atau sastrawan. Aku adalah
manusia biasa seperti juga yang lain. Aku hanya ingin mengungkapkan segala yang
terjadi pada diri atau pada yang lain. Aku merasa hidup dan mati tak akan
pernah bertemu. Namun suatu saat kita pasti akan kembali dan kembali. Di mana
kita tak akan pernah bercerita dengan mulut sendiri sebab kita adalah matahari
yang dibahasakan bunga-bunga.”
Mengenai
tulisan ini, kesemuanya diambil dari: http://alaroa.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar