Aku tak bisa berbuat banyak dalam hidupku. Aku
lakukan apa yang kubisa. Menulis sajak bukanlah jalan hidup atau kematiaanku.
Aku hanya ingin tahu keduanya meski pengetahuan manusia tak pernah utuh tentang
realitas yang ada. Semua sajak ini adalah sebuah proses di mana aku sebagai
manusia yang terkadang sedih, bahagia hingga merasa terasing dari dunia mencoba
untuk menyeimbangkan diri agar benar-benar menjadi manusia. Semua sajak yang
punya banyak gaya dalam penulisannya ini adalah usaha mengekalkan kenangan
bersama orang yang dekat atau jauh dariku. Yang sesekali datang dan pergi atau
tidak sama sekali. Tak ada penilaian untuk semua ini selain apa yang ada pada
setiap kata itu sendiri. Sebab tak ada yang pernah selesai dalam hidupku juga
sajakku...
Bagian XI
KITA
ADALAH BAYANG-BAYANG
di tempat ini
kita adalah bayang-bayang
bercinta dengan tubuh telanjang
bergelinjang dari arah mana saja
tak mengenal rindu dan derita
kita sebagai bayang-bayang
mengiringi detak sunyi
pada arus bunyi yang samar
mengikat jawab dan tanya
pada sebatang lilin yang berkobar
kita sebagai bayang-bayang
mengarungi gelombang-gelombang
menyusuri lubang kosong bahasa
sebab aku gelap dan kau cahaya
yogyakarta, 2007
di tempat ini
kita adalah bayang-bayang
bercinta dengan tubuh telanjang
bergelinjang dari arah mana saja
tak mengenal rindu dan derita
kita sebagai bayang-bayang
mengiringi detak sunyi
pada arus bunyi yang samar
mengikat jawab dan tanya
pada sebatang lilin yang berkobar
kita sebagai bayang-bayang
mengarungi gelombang-gelombang
menyusuri lubang kosong bahasa
sebab aku gelap dan kau cahaya
yogyakarta, 2007
MALAM BAGI YANG MEMINTA SAJAK
malam yang tak bersosok
kumasukkan ke dalam mataku
untuk mengetuk pintu demi pintu nafasku
di sana kubentangkan jalan-jalan
dengan kenangan masa lampau
dan kenangan masa depan
pelan-pelan
pintu-pintu nafasku terbuka
membangun rumah kata
berdinding gelap
beratap embun
berlampu bulan
membangun
sebagai mata malam
membangun
sebagai malam mata
lalu,
mataku adalah malam
malamku adalah mata
malam sebentuk mata
mata yang melihat sunyi
mata yang melihat sepi
mata yang melihat luka
mata yang melihat suka
mata yang mengalirkan sesosok mimpi
mata sebentuk malam
malam adalah kata-kata yang dilagukan
malam adalah nada-nada yang dilantunkan
malam adalah sebaris gerak-gerak ritmis
malam adalah sepenggal sosok yang tertanggal
malam menjadi mataku
mata menjadi malamku
rumah segala asal-muasal
yogyakarta, 2007
UNTUK MAUT YANG SELALU DATANG
maut selalu datang kepadaku
dengan parang di kedua tangannya
kubiarkan ia
dengan ketakutan dan keberaniannya
menusuk perutku
memenggal kepalaku
dan memotong-motong tubuhku
aku adalah angin
untuk tangan kanannya
aku adalah air
untuk tangan kirinya
yogyakarta, 2007
REDE
I.
kita berdiri bersebrangan
aku di utara dan kau di selatan
diam mengatur bunyi sendiri-sendiri
lalu ada kata selepas pergi
di setiap telapak kaki
II.
kau ada di antara kursi dan meja
kemudian menerobos pintu dan jendela
memintaku menangkapnya
dengan sebuah tandabaca
III.
dalam tidurmu aku punya matakata
mengenalmu tanpa rupa
setelah kau bangun bacalah
matakataku ingin mengenal matamu juga
IV.
ia yang selalu memainkan bunyi adalah sunyi
ditiup dari segala penjuru oleh waktu
menembus tubuhmu
mewarnai kertas putihku
sumenep, 2006-2007
SETELAH KEPERGIAN
setelah kepergian
kita sama-sama jauh
bayang pun tak tumbuh
ruang cahaya pertemuan kita
hanya menggoda sementara
demi segala sepi dan luka
demi sesuatu yang harus tiba-tiba ada
setelah kepergian
semua tak bisa dijelaskan
semua harus berlangsung
dengan kesendirian
seperti dulu
ketika kita belum mengenal rindu
yogya, 2007
BURUNG-BURUNG HANYA BERKICAU
di mana-mana
burung-burung itu terbang
memasuki tubuh si mati
berkicau-kicau dalam detak jantungnya
berkicau-kicau dalam hatinya
tetapi si mati matanya tetap tak terbuka
tetapi si mati tubuhnya tetap tak bergerak
burung-burung itu hanya berkicau
berkicau semerdu-merdunya
berharap bersarang di tubuhnya
yogyakarta, 2007
MALAM LEBARAN
takbir telah dikibarkan
malaikat-malaikat serupa kembang api
dan tubuh salah tak berdaya
ingin meletus di cakrawala
demi segala dosa
tapi, biar angin mengucap maaf kita
mengetuk rumah jantung kita
yogyakarta, 2007
*Dunia
Absurd merupakan blog pribadi penyair Ala Roa yang dikelola sepangjang tahun
2008-2012. Dunia Absurd memiliki pesan: “Dalam kehidupan, kematian yang tak
sempurna adalah karya besar yang jarang orang menemukannya. Sebuah keheningan
yang terdalam dari hati seorang manusia.”
Sedangkan Ala Roa ialah penyair Eksistensialis yang pernah saya kenal,
dan sempat saya jadikan guru. Ia menyebut dirinya dengan : “Aku bukan
siapa-siapa dan bukan apa-apa. Aku bukan penyair atau sastrawan. Aku adalah
manusia biasa seperti juga yang lain. Aku hanya ingin mengungkapkan segala yang
terjadi pada diri atau pada yang lain. Aku merasa hidup dan mati tak akan
pernah bertemu. Namun suatu saat kita pasti akan kembali dan kembali. Di mana
kita tak akan pernah bercerita dengan mulut sendiri sebab kita adalah matahari
yang dibahasakan bunga-bunga.”
Mengenai
tulisan ini, kesemuanya diambil dari: http://alaroa.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar