SAJAK-SAJAKKU
YANG LALU
Aku tak bisa berbuat banyak dalam hidupku. Aku
lakukan apa yang kubisa. Menulis sajak bukanlah jalan hidup atau kematiaanku.
Aku hanya ingin tahu keduanya meski pengetahuan manusia tak pernah utuh tentang
realitas yang ada. Semua sajak ini adalah sebuah proses di mana aku sebagai
manusia yang terkadang sedih, bahagia hingga merasa terasing dari dunia mencoba
untuk menyeimbangkan diri agar benar-benar menjadi manusia. Semua sajak yang
punya banyak gaya dalam penulisannya ini adalah usaha mengekalkan kenangan
bersama orang yang dekat atau jauh dariku. Yang sesekali datang dan pergi atau
tidak sama sekali. Tak ada penilaian untuk semua ini selain apa yang ada pada setiap
kata itu sendiri. Sebab tak ada yang pernah selesai dalam hidupku juga
sajakku...
Bagian
VII
RAMADHAN
1/
kini kutahan getar dalam tubuhku
karena aku menuju rumahmu;
getar yang merontokkan dedaun dan cecabang
getar yang menghapus tanda jalanmu
kutahan getar dalam tubuhku
kubiarkan tubuhku gemetar dalam getar;
getar tangis yang meritmis
getar tipis yang melagukan bunyimu
2/
bulan ini kulepas sebagian burung
peliharaanku
menyebrangi lautan dan pegunungan
setelah setahun di penjara
di layar televisi dan koran-koran
jangan tanya
ke mana burungku sampai
dan ke mana kepaknya tertinggal
aku tak pernah tahu
hanya Tuhan
pada bulan ini kulepas sebagian burungku
untuk tidak kembali
biarlah di layar televisi dan koran-koran
sepi dari kicaunya setiap pagi
Yogyakarta, september, 2006
1/
kini kutahan getar dalam tubuhku
karena aku menuju rumahmu;
getar yang merontokkan dedaun dan cecabang
getar yang menghapus tanda jalanmu
kutahan getar dalam tubuhku
kubiarkan tubuhku gemetar dalam getar;
getar tangis yang meritmis
getar tipis yang melagukan bunyimu
2/
bulan ini kulepas sebagian burung
peliharaanku
menyebrangi lautan dan pegunungan
setelah setahun di penjara
di layar televisi dan koran-koran
jangan tanya
ke mana burungku sampai
dan ke mana kepaknya tertinggal
aku tak pernah tahu
hanya Tuhan
pada bulan ini kulepas sebagian burungku
untuk tidak kembali
biarlah di layar televisi dan koran-koran
sepi dari kicaunya setiap pagi
Yogyakarta, september, 2006
ANGIN MALAM
siapa yang berada di matamu
ketika kau terpejam
di luar tidurmu
tangan-tangan membelai
ingin merebut lelapmu
datang dari berbagai arah dan penjuru
dengan darah mendidih
seharum mawar
aku tak pernah tertidur
menemani angin malam
yang berulang-ulang kau hirup
yang meresap ke jantungmu
angin malam adalah temanku
setelah kau menemaniku
menggasing di kepala
ingin berucap
: gagu
aku tak tahu bagaimana caranya
rasaku pecah takut melukaimu
yang ada tanpa bahasa
yang bergerak tanpa aba-aba
siapa yang berada di matamu
dan merebut lelapmu
adalah jalan sajakku
angin malam kubiarkan
menyampaikannya kepadamu
jika kau melihatku
jatuh bersamaan dengan mimpimu
di kedalaman matamu yang sayu
yogyakarta, 2007
KAU BAGIKU
bagaimana aku harus menuturkan
lindap cahaya dan kelebat bayang
aku seorang cacat
yang tak mampu mencatat
apalagi melihat yang tersirat
tetapi aku harus kuat
mengambil bunyi tersembunyi
darimu di latar waktu
merangkai sebaris kalimat
untuk kubaca di dasar hati
dan kau bagiku kata yang kucari
hadir di setiap sepi
menggantikan warna monalisa
yang berabad-abad
di tembok masa mengabadikan cinta
kau bagiku cahaya dan bayang itu
merangkai sunyaku sebagai rindu
yogyakarta, 2007
GENGGAMAN TANGANMU
aku tak ingin pergi
tanpa genggaman tanganmu
meski cemara dan pasir dapat kutafsir
di sepanjang pantai
:melamunkan wajah surya secerah warnanya
melesatkan anak panah di setiap cuaca
tetapi apalah daya
aku harus pergi meninggalkan pantai
dengan sampan yang kita buat bersama
di bukit-bukit hijau
mengujinya di luas laut yang menyimpan maut
maka berilah di tanganku sebuah peta dunia
untuk kugenggam
:tanganmu dunia yang menyimpan rindu
sebab aku tak dapat memastikan
di mana kelak aku tinggal
dan akhirnya kau atau cinta yang kuberi mawar
untukmu kusisakan lembut nafas malam
dan setangkai bayang
dari setipis tatapan dalam ingatan
jika kau terpejam
dan kau melihat segalanya kelam
yogyakarta, 050207
ZIARAH MEJA
meja-meja kosong tanpa bunga dan menu makanan
di mana meja kita?
kududuk seperti dulu
ketika kumendengar denting gelas
dan kaubacakan sajak yang kautulis;
menetapkan tangga desir angin
memperbaiki arah sebagai jalan untuk singgah
kini, masa lalu atau setumpuk kayu
tak ada bedanya
debu menebal menunggu seorang pelayan
dan yang ada di mataku hanya rongsokan
meja-meja kosong tanpa bunga dan menu makanan
di mana meja kita?
di antara meja-meja
kuingin singgah sebentar mengenalmu
mengulang yang tiada dengan segala bahasa
sebab aku terlalu suka pada bunyi yang kaucipta
dan meja kita terlalu kusebut cinta
walau tanpa bunga, menu makanan dan seorang pelayan
di atas salah satu meja kuberi pesan agar kaudatang
sesuatu yang tak pernah selesai kuucapkan
yogyakarta, 2006-2007
KETIDAKHADIRAN
di ruang ini
pintu dan jendela
masih saja terbuka
sebenarnya apa yang ada
bunyi tutup mulut
menyembunyikan
yang tersangkut pada angin
aku ingin bicara
mengepakkan sayap
dari kedalaman jiwa
tetapi cermin di tenggorokanku
memecahkan makna kata
mengaburkan batas kesempurnaan
dan yang ada hanya luka
tak ada yang tahu
tak ada yang terharu
semuanya
jadi lebih sepi dari sepi
jadi lebih sunyi dari sunyi
aku ingin bicara
saat ini seperti dulu
melebihi senyum dan tawa
meski tak kau tahu
mulutku mengucap apa
seperti bunyi
menyembunyikan
yang tersangkut pada angin
yang masuk
melalui pintu dan jendela
yogyakarta, 2007
RUANG 1
biarlah ruangku terasa kosong
lengang melenggang
hingga dapat kugenggam
biarlah ruangku terasa apa adanya
menangkap bahasa sebagai makna
biarlah ruangku
genggam makna
kuingin hidup di dalamnya
melebihi yang nyata
yogyakarta, 2007
INGATANKU
begitu sulit melupakan ingatan
sedang ia hanya bayang-bayang;
sebentuk wajah baru dari wajahku
ke mana pun kulemparkan
termasuk ke wajahmu
ia adalah aku
jika kupenggal
ingatanku tetap wajahmu
yogyakarta, 2007
SAAT KUSAKIT
saat kusakit tubuh ini bukan milik siapa pun;
bukan milikku dan yang merawatku
bagaimana jika kau membesukku
agar aku tahu merah putih matamu
untuk kumasuki ajal di situ
yogyakarta, 2007
*Dunia Absurd merupakan blog pribadi penyair Ala Roa yang dikelola sepangjang tahun 2008-2012. Dunia Absurd memiliki pesan: “Dalam kehidupan, kematian yang tak sempurna adalah karya besar yang jarang orang menemukannya. Sebuah keheningan yang terdalam dari hati seorang manusia.” Sedangkan Ala Roa ialah penyair Eksistensialis yang pernah saya kenal, dan sempat saya jadikan guru. Ia menyebut dirinya dengan : “Aku bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Aku bukan penyair atau sastrawan. Aku adalah manusia biasa seperti juga yang lain. Aku hanya ingin mengungkapkan segala yang terjadi pada diri atau pada yang lain. Aku merasa hidup dan mati tak akan pernah bertemu. Namun suatu saat kita pasti akan kembali dan kembali. Di mana kita tak akan pernah bercerita dengan mulut sendiri sebab kita adalah matahari yang dibahasakan bunga-bunga.”
Mengenai
tulisan ini, kesemuanya diambil dari: http://alaroa.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar