SAJAK-SAJAKKU
YANG LALU
Aku tak bisa berbuat banyak dalam hidupku. Aku
lakukan apa yang kubisa. Menulis sajak bukanlah jalan hidup atau kematiaanku.
Aku hanya ingin tahu keduanya meski pengetahuan manusia tak pernah utuh tentang
realitas yang ada. Semua sajak ini adalah sebuah proses di mana aku sebagai
manusia yang terkadang sedih, bahagia hingga merasa terasing dari dunia mencoba
untuk menyeimbangkan diri agar benar-benar menjadi manusia. Semua sajak yang
punya banyak gaya dalam penulisannya ini adalah usaha mengekalkan kenangan
bersama orang yang dekat atau jauh dariku. Yang sesekali datang dan pergi atau
tidak sama sekali. Tak ada penilaian untuk semua ini selain apa yang ada pada
setiap kata itu sendiri. Sebab tak ada yang pernah selesai dalam hidupku juga
sajakku...
Bagian VI
UTOPIA
BAYANG DAN LILIN
:Ratih
setiap malam aku duduk setia dalam sunyi
lilinmusik mengalun-ngalun
kau menari mengikuti gerak api
terpantul pada dinding dan lantai
:mataku mencari ceruk gerakmu
meski bayang dan lilin mementaskanmu
malam aku dan kau
hanya sketsa tak berwarna
:ada pada bahasa
yang belum ditemukan tanda bacanya
andai bayang dan lilin beku dalam kalimat
aku ingin selalu membacanya
namun masih saja sia-sia
:utopia
Yogyakarta, 031106
:Ratih
setiap malam aku duduk setia dalam sunyi
lilinmusik mengalun-ngalun
kau menari mengikuti gerak api
terpantul pada dinding dan lantai
:mataku mencari ceruk gerakmu
meski bayang dan lilin mementaskanmu
malam aku dan kau
hanya sketsa tak berwarna
:ada pada bahasa
yang belum ditemukan tanda bacanya
andai bayang dan lilin beku dalam kalimat
aku ingin selalu membacanya
namun masih saja sia-sia
:utopia
Yogyakarta, 031106
EPISODE GANGGA
masih saja angin mengirim harum kenanga
yang tumbuh di antara lekuk tubuhmu
bertaburan di atas mejaberganti-ganti warna
:mataku jadi gangga
Yogyakarta, 011106
KURSI PANJANG
:Sarkem
entah berapa lembut pantat dan keras otot
menggesek berganti-ganti
hanya untuk mengantri sunyi
di dasar hati
lalu, sedikit senyum sapa bertukar ruang
melepas lelah di antara kursi panjang
tanpa nama dan selamat tinggal
;mengukur langkah dan bayang-bayang
Kamar 18A, 101106
PIRING PUASA
gesekan denting pelan tak nyaring
waktu terpelanting pada titik angka
ruang mendesing pada tanda hampa;
cukup lapar aksara dengan titik koma
Yogyakarta, 2006
MANGKOK PUASA
sebelum kau lihat bulan dan matahari
dalam mangkok berisi kulak
wajahmu bersinar terlebih dahulu
mengejar rindu;
kisah kanak-kanak yang menulis batu
yang pernah diajari bapak-ibu
Yogyakarta, 2006
GELAS PUASA
terasa tubuh panas
dan tenaga terkuras
aku menunggu tandaNya dilepas
menghilangkan dahaga hingga tuntas
Yogyakarta, 2006
SENDOK PUASA
mengaduk-ngaduk
kopi, teh, dan susu
memainkannya serupa pena
adalah menulis surat untukNya
Yogyakarta, 2006
MEJA PUASA
semua berkumpul dalam satu
menuju arah yang satu
meski selesai satu-satu
Yogyakarta, 2006
BUKA PUASA
senja mengendap-ngendap
memasuki kamar makan
mengabarkan cerita cinta adam dan hawa
yang sejak pertama mengenal kurma
memenuhi santapan di atas meja
selesai, senja pergi;
ada sedikit slilit surga yang melekat pada giginya
Yogyakarta, 2006
SAHUR PUASA
tepat dini hari kuhentikan segala mimpimu
untuk menghampiri mimpi yang lain
mimpi yang belum ditemukan
di setiap jalan persimpangan;
mimpi tentang sesuatu yang telah membatu
sekeras cinta dan rindu
Yogyakarta, 2006
MAKANAN PUASA
pada matamu mutiara
pada mataku fajar dan senja
kutelah menahannya
sesuai dengan yang kupunya
hanya untuk sebulan lamanya
Yogyakarta, 2006
TUBUH PUASA
seliar apa pun gerak pada garis penglihatanmu
kau harus mengikatnya pada waktu
karena aku masih harus menyelesaikan
pemburuan demi pemburuan
pada dua hutan dalam satu bulan
Yogyakarta, 2006
*Dunia
Absurd merupakan blog pribadi penyair Ala Roa yang dikelola sepangjang tahun
2008-2012. Dunia Absurd memiliki pesan: “Dalam kehidupan, kematian yang tak
sempurna adalah karya besar yang jarang orang menemukannya. Sebuah keheningan
yang terdalam dari hati seorang manusia.”
Sedangkan Ala Roa ialah penyair Eksistensialis yang pernah saya kenal,
dan sempat saya jadikan guru. Ia menyebut dirinya dengan : “Aku bukan siapa-siapa
dan bukan apa-apa. Aku bukan penyair atau sastrawan. Aku adalah manusia biasa
seperti juga yang lain. Aku hanya ingin mengungkapkan segala yang terjadi pada
diri atau pada yang lain. Aku merasa hidup dan mati tak akan pernah bertemu.
Namun suatu saat kita pasti akan kembali dan kembali. Di mana kita tak akan
pernah bercerita dengan mulut sendiri sebab kita adalah matahari yang
dibahasakan bunga-bunga.”
Mengenai
tulisan ini, kesemuanya diambil dari: http://alaroa.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar