SAJAK-SAJAKKU
YANG LALU
Aku tak bisa berbuat banyak dalam hidupku. Aku
lakukan apa yang kubisa. Menulis sajak bukanlah jalan hidup atau kematiaanku.
Aku hanya ingin tahu keduanya meski pengetahuan manusia tak pernah utuh tentang
realitas yang ada. Semua sajak ini adalah sebuah proses di mana aku sebagai manusia
yang terkadang sedih, bahagia hingga merasa terasing dari dunia mencoba untuk
menyeimbangkan diri agar benar-benar menjadi manusia. Semua sajak yang punya
banyak gaya dalam penulisannya ini adalah usaha mengekalkan kenangan bersama
orang yang dekat atau jauh dariku. Yang sesekali datang dan pergi atau tidak
sama sekali. Tak ada penilaian untuk semua ini selain apa yang ada pada setiap
kata itu sendiri. Sebab tak ada yang pernah selesai dalam hidupku juga
sajakku...
Bagian IV
TANYA
DALAM KALENG
Bertanya tentang malam bertanya keelapan
Bulan menyimpan kebisuan dan kebekuan
Bertanya tentang siang
Bertanya terang benderang
Matahari menyimpan kekacauan dan kemiskinan
Tanya dalam kaleng tak ada
Hanya suara kaleng nyaring bunyinya
Yogyakarta, 2006
Bertanya tentang malam bertanya keelapan
Bulan menyimpan kebisuan dan kebekuan
Bertanya tentang siang
Bertanya terang benderang
Matahari menyimpan kekacauan dan kemiskinan
Tanya dalam kaleng tak ada
Hanya suara kaleng nyaring bunyinya
Yogyakarta, 2006
DALAM DOA
Dalam doa ada cahaya
Sebagian penuh dosa
Karena doa dipercaya untuk sejahtera
Jangan salahkan doa
Jika ada yang sibuk memangsa
Karena doa bukan manusia
Yogyakarta, 2006
RANJANG SUNYI
Kulihat ranjang sepi tak berbunyi: sunyi
Menunggu mati
Dalam tubuhku api
Kau belum juga datang
Menghiburku di atas ranjang
Dengan tarian dan nyanyian
Kayaknya aku tak bisa bertahan
Api semakin tak sabar membakar
Saat kau datang api padam
Berganti gerak dan bisikan tak beraturan
Ranjang diam sendirian
Selamanya sunyi
Sebelum dan sesudah kita padamkan api
Yang orang lain tak mengerti
Yogyakarta, 2006
MATAMU
Laut tak lagi biru jika malam
Juga sisa matamu yang dalam
Pada matamu mata bulan
Kuingin matamu mengganti mataku
Agar laut dan mataku biru
Sepanjang malam tak ada petang dalam tatapan
Yogyakarta, 2006
HUJAN
Tanpa dikira hujan pun jatuh
Langit gelap membawanya darimu
Saat kau bermimpi dan membayangkan aku
Tanah bukan hanya basah
Ada laut di setiap celah
Setitik hujan tanda hidup
Mungkin juga tanda tiada
Laut adalah raut dan hujan basahnya kita
Kita masih bertahan untuk setia
Yogyakarta, 2006
ANAK KATA
Kita kawin karena cinta
Bersetubuh dengan tinta
Menggelinjang di atas angin
Mendesah di atas bumi
Di antara keduanya kita lahirkan anak kata
Anak kata suka pada lelaki dan wanita
Namun ia tak suka memperkosa
Ia ada di setiap mata siap dibaca
Seperti ayah dan ibunya pada pertemuan pertama
Membaca yang ada tanpa kata
Yogyakarta, 2006
KAU MENGGARISKU
Pada setiap tepi pertemuan
Tatapanmu menggarisku dengan huruf hijaiyah
Memilah dan memisah
Angin dan daun yang gelisah
Lalu, sering kubayangkan matamu adalah huruf
Dan mataku adalah harkat
Sebab aku yakin kita adalah ayat
Jika kau belum percaya
Masuklah kedalam mataku
Kau akan temukan tetesan yang siap mengalir
Saat perpisahan
Di mana saat aku tak bisa menahan
Dan kau terasa hilang
Jika kau percaya
Bekukan saja mataku yang kau garis
Sebelum dihapus gerimis
Yogyakarta, 2006
DALAM LUBANG MISTERI
Asal usulnya adalah sepi
Melingkar sendiri
Menjadi mataku dan matamu
Bertanya rindu
Namun kini masih sangsi
Lantaran kau dan aku tak memberi arti
Sesuatu yang pech dan gelisah
Pada segaris mimpi
Yogyakarta, 2006
BUNYIMU YANG TAK PERNAH MATI
Bunyi sengaja aku matikan
Agar pesanmu tak diketahui
Apa dan siapa pun
Kecuali detak di dadaku
Sinyal-sinyal yang datang bukan darimu
Terpental dalam sepi
Hidup dan mati
Tapi bunyimu tak pernah mati
Dan kuketahui ini bukan hanya sekali
Bunyi yang tak pernah mati adalah rindu
Apakah kau juga mendengarnya?
Mengirim pesan yang tak mampu lagi aku ingat
Karena bayangmu tak samara lagi
Pada sebuah perjalanan sinyal padat
Yogyakarta, 2006
*Dunia
Absurd merupakan blog pribadi penyair Ala Roa yang dikelola sepangjang tahun
2008-2012. Dunia Absurd memiliki pesan: “Dalam kehidupan, kematian yang tak
sempurna adalah karya besar yang jarang orang menemukannya. Sebuah keheningan
yang terdalam dari hati seorang manusia.”
Sedangkan Ala Roa ialah penyair Eksistensialis yang pernah saya kenal,
dan sempat saya jadikan guru. Ia menyebut dirinya dengan : “Aku bukan
siapa-siapa dan bukan apa-apa. Aku bukan penyair atau sastrawan. Aku adalah
manusia biasa seperti juga yang lain. Aku hanya ingin mengungkapkan segala yang
terjadi pada diri atau pada yang lain. Aku merasa hidup dan mati tak akan
pernah bertemu. Namun suatu saat kita pasti akan kembali dan kembali. Di mana
kita tak akan pernah bercerita dengan mulut sendiri sebab kita adalah matahari
yang dibahasakan bunga-bunga.”
Mengenai
tulisan ini, kesemuanya diambil dari: http://alaroa.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar