sebuah
sisi gang gulita: pernah menyimpan seribu macam alasan tentang kegelisahan saat
itu
nyanyi-nyanyi
rumput_ gigil daun-daun _bahkan kegelisahan yang tersimpan di satu ruang otakku
ketika kau datang dengan susut embun dan matahari
malam
kukecap begitu gelap ditanganku masih setia menggenggam kecemburuan atas
ayat-ayat pertunangan, pernikahan dan ayat tentang janjimu_ berlayar ke arah
bulan juga wasiat gending matamu tentang mata yang terejam seribu dzikir
disana,
disebuah gunung terjal yang pernah meyulam mimpi-mimpi itu kembali melemparku
pada rekayasa ulang tentang tembang anyir jiwamu . juga permainan yang masih
belum usai menimbang ragu atas pengabdianku dan sepercik hianat dari lembab
bibirmu
ataukah
dijalan ini saat matahari mulai bosan menyaksikan pertikaian hati dengan namamu
jauh tak terkira melempar jasad yag dulu beradu_simpuh dan menangis dekat
pusara yang kugali sebagai muara dari kata-kata
namun
sajak tetaplah sajak yang selalu menyimpan ingatan tentang mawar yang kau tanam
di jantungku kini telah tumbuh dengan duri membelit gerak tarian yang pernah
kau persembahkan untuk purnama
seusai
perbincangan: entah yang keberapa
aku
seperti menyimak kembali perdebatan angin sebelum badai
dan
kau dengan dengan kabar dari cecak yang berunding di balik dinding kamarku
“perempuan
yang berlari dengan sebilah belati tak harus bunuh diri, selendang yang ia
biarkan terus tergerus angin adalah sisi dari tumbal perjamuan semalam”
tapi
baiklah,
aku
mengerti saat matahari esok mulai menyapa tubuhku dari mimpi panjang_aku tidak
akan pernah berhenti tertawa kepada langit yang saat itu juga mulai menepi ke
arah dermaga.
kemudian
aku akan menunggu hari itu lagi sebagai hari kedua setelah semua lenyap
menyisihkan sedikit percakapan dalam ruang-ruang_bangku-bangku kosong dan tegak
dinding lusuh tempat kau menyandarkan tubuhmu sehabis mandi
saat
eksekusi malam itu dengan vonis bahwa sebentar lagi jantungku akan terhenti
_menyingkap waktu_aku akan kaku kemudian mengingatmu seperti perih yang tak
terhenti bahkan sampai dimensi kematian yang kau bangun tadi pagi
Rumah
Pengestoh, 11 Agustus 2008
Amin
Bashiri, mahasiswa STKIP PGRI Sumenep. Kelahiran Kebunan, 29 Januari 1988.
bergiat di Lembaga Kajian Seni Budaya "Pangestoh" Net_ Think
Community Sumenep dan Kompolan Pangarang Songennep (KomPaS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar