INDOPOS, 15-01-2015
TASRIFAN KIAI MAKSUM JOMBANG
tak
perlu ke Kairo mengaji Nahwu
tak
perlu ke Ahgaff belajar Sharraf
sebab
di teras langgar sebelah, Otong
ada
sebuah dampar kayu kosong
di
sana seorang kiai sepuh menunggumu
untuk
sorogan tasrifan
mungkin
kau perlu mengenalnya terlebih dulu
tentang
dirinya yang mungkin semua orang belum tahu
dia
bukan Arabi tapi metodologi penemuannya menggetarkan bumi
dia
bukan gurubesar kampus besar tapi ilmunya dihormati professor Al-Azhar
bernama
Kiai Maksum dari Jombang
di
tangannya ilmu sulit dirangkum menjadi gampang
“dia
bukan ustadz dengan jenggot tebal, Kakak…” seru Otong.
benar,
Otong.
wajah
sepuh itu sederhana sesahaja negeri kita
di
balik mata ranumnya ada laut karun pelita
embun
mengabut tebaran kebun-kebun sorga
kau
kan rasakan sejuk saat tersiram airmukanya
peci
putihnya sesuci bendera negara kita
sarungnya
murah bukanlah benang sutera
tapi
api neraka akan malu-malu
bila
menyulut kain itu
Otong
kemudian berangkat sorogan
ia
perhatikan lidah Kiai Maksum yang fasih
logat
bahasa Arab yang sahih
fa’ala
yaf’ulu fa’lan wa maf'alan fahuwa fa'ilun
wadzaka
maf'ulun uf'ul la taf'ul maf'alun maf'alun mif'alun…
dharaba
yadhribudharban wa madhraban fahuwa dharibun
wadzaka
madhrubun idhrib la tadhrib madhribun madhribun midhrabun…
ya
ya ya, Otong!
ia
lantunkan baris tasrifan
para
ilmuwan bahasa dunia dibuat tercengang
teori
padat lugas menyiratkan haibah tegas
dialah
pioner tasrif siapa menyangka orang Jawa
mengingatkan
akan pakar lain nahwu-sharraf
kebangsaan
Sibaweh dan Hasan dari Irak
juga
Ibnu Malik dari Spanyol pada kejayaan Andalusia
“wah,
ternyata para pakar bahasa Arab
justru
orang-orang ajami ya, Kakak…”
Otong
geleng-geleng kepala.
Benar,
Otong.
seperti
perawi hadis
Kutub
Utara mencatatkan kebesaran putra terbaiknya
Al-Bukhari
dari kota Bukhara Rusia
begitu
juga penemu fikih Abu Hanifah yang justru seorangAfrika
mungkin
kelak tercatat Kiai Taufiq Jepara
yang
mulai mendunia melalui Amtsilatinya
(lalu
kuperhatikan Otong lama terdiam
ia
terhenyak memandang kesyahduan langit malam
kedua
matanya terpantul sinar purnama
menjadi
kanvas yang menggariskan satu sketsa
laksana
lukisan mimpi dalam istikharah Kiai Maksum Jombang
tentang
lambang jam’iyah yang kini kita kenal
sebagai
logo Nahdlatul Ulama:
bumi
dikelilingi sembilan bintang)
“dia
bukan syekh berjenggot tebal, Kakak…”
seru
Otong sepulang sorogan.
Ganding
Pustaka, 2014
Raedu Basha
(raedu-badrus shaleh):
Penyair, kelahiran Bilapora Sumenep, 3 Juni 1988. Mahasiswa Pascasarjana S2
Ilmu Antropologi Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta. Buku-bukunya: Matapangara (Puisi: Ganding, 2014), The Melting Snow
(Novel: Diva Press, 2014).
Mengarang
puisi, cerpen, dan sedikit artikel di sejumlah media massa nasional dan daerah
antara lain: Republika, Media Indonesia, Indopos, Suara Merdeka, Pikiran
Rakyat, Surabaya Post, Koran Merapi, Harian Cakrawala Makassar, Majalah
Tebuireng, Horison, Sabili, Bende, Kuntum, Media Pendidikan, Jurnal Aksara,
Koran Madura, Radar Madura, Kabar Madura, Puitika, Jejak Bekasi, Kompas.com dan
Kompas, Nahdlatul Ulama Online, serta buku-buku antologi bersama yang
terbit sejak 2003.
Menerima
Anugerah Sastra dari Universitas Gadjah Mada sebagai pemenang lomba penulisan
puisi FIB UGM (2014). Pemenang Sayembara Penulisan Puisi Tingkat Nasional Pusat
Bahasa Depdiknas RI Jakarta (2006), juara lomba cipta puisi Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Taman Budaya Jawa Timur (2006), juara baca puisi se-Jawa Timur
pada Pekan Semarak Tiga Bahasa Ponpes Al-Amien Prenduan Madura (2007), Juara
Cipta Puisi Teater Kedok Surabaya (2007), juara cipta puisi PSK Kendal Jawa
Tengah (2014), juara cerpen mahasiswa nasional Festival Cinta Buku LPM Fajar
INSTIKA Guluk-guluk Madura (2012), nomine cerpen mahasiswa nasional, LPM Obsesi
STAIN Purwokerto (2012 dan 2013), 5 cerpen terbaik Majalah Kuntum Yogyakarta
(2013), Penghargaan Puisi Piala Wali Kota Surabaya (2007), Penghargaan Agrinex
Indonesia lomba cipta dan baca puisi se-Indonesia Institut Pertanian Bogor di
Jakarta Convention Center (2007).
Menjadi
pemateri diskusi, pelatihan menulis, antara lain pemateri Creative Writing Camp
Yifos-ViVos. Konon belajar mengarang sastra di Komunitas Saksi dan Bengkel
Puisi Annuqayah. Perintis Rumah Sastra Bersama pada 2006. Diundang membacakan
sajak dalam Festival Kesenian Yogyakarta, Festival Sastra Kepulauan, dll. Facebook:
Raedu Basha, Twitter: @raedubasha, Blog: www.raedu-basha.com
(Arsip Pribadi Raedu Basha di www.raedu-basha.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar