Lima Langkah Perjamuan
1//
mungkin ini
semacam rindu
menjelma api
dan kering kayu
Kau menyulutnya
aku
mengobarkannya
2//
cinta mendidih
di atas tungku
bergumul rempah
menghantar bumbu
Kau cita
rasanya
aku mencicipinya
3//
tergelar menu
di atas meja
piring dan
cawan mengelilinginya
Kau yang
menuang
aku nguucr
perlahan
4//
lalu usai sudah
pesta kita
bersama
turunnya senja
Kau yang
menelan
aku juga yang
kenyang
5//
perlahan malam
datang
di langit bulan
pualam
kutemukan di
rahim sunyi
Kau-aku
sebatang diri
Kebumen, 2014
Catatan
November
ada getir
mengalir
bersama
Novemberku yang kian samar
sunyi yang
menggantung di daun-daun
perlahan akan
tanggal
pada tangkainya
akan dijamah tangan waktu
entah sebagai
ajal atau awal kelahiran
dari sunyi
kamar
hingga jalan
ramai
kesenduan
seperti tak usai menakar salam
sampai rindu
dan dahaga bertemu
sampai hamba
dan Tuan slaing menjamu
Kebumen, 2014
Lilin Ulang Tahun
sudah menanjak
usiaku
lalu dalam diam
terdengar seru
Tuhan!
akan kutiup
lilin itu
agar padam
selain Kau
Kebumen, 2014
Traveling
lamat-lamat
kuingat lagi
suara bapak
pada hening
pagi yang sebentar beranjak
nak, katanya.
lihat! bapak
menggambar sebuah peta
goresan
garis-garis memeram segala rupa dan warna
himpunan
titik-titik yang menjadi muasal sarwa buana
oh, tidak.
ini bukan
tentang peta dunia
tetapi dari
sinilah engkau dapat
rasakan eloknya
semesta
Gunung Rinjani
kukuh berdiri
saling
berteguran lewat ruap awan dengan Merapi
ditingkahi
bau-bau dupa di Pura Bali
dibakar bara
tanah Pamekasan dengan Apinya Abadi
lihat juga itu
gugusan batu
kukuh tempat para lelaki Nias
melakukan
Fahombo
dengan
keberanian liat laksana Patung
Naga emas di
Singkawang
mereka
melompati rasa takut yang bercuraman
securam
memandang Candi-Candi udzur
dari ketinggian
Dieng penuh gigil
aha, lihat juga
ini
garis yang
menunjuk ke Fatumnasi
yang
bebukitannya membiarkan
pohon-pohon
dnegan rupa aneh bertumbuhan
menjadikan
Gunung Mutis yang magis terus terkepung
dari
mimpi-mimpi basah petualang
coba kau juga
terka
matahari sepagi
ini, di manakah ia berhiba
di Gunung
Kerincikah
atau di
slea-sela daun teh Kayu Aro yang hijau rekah?
menghangatkan
butiran-butiran embun yang tenang
setenang wajah
Saraswati di puncak diam
lihatlah, Nak
inilah surga
yang dilukiskan Tuhan
agar enkau tak
melulu dicekam minder dan ketakutan
indah dunia tak
harus di luar sana
seperti
gulungan ombak yang juga tak mesti di samudera
jika siang
sudah memancang
engkau bisa
bertandnag ke Palalawan
mendaki
ajaibnya gulungan Bono di Sungai Kampar
meresapi elus
angin Selat Malaka dan Laut Cina Selatan
berbagi desir
pak, seruku
kemudian
mimpikah itu
yang baru saja aku dengar
atau kenyataan
yang lama tak berkabar?
bapakku
tersenyum lalu menggeleng perlahan-lahan
tidak, katanya
lantang inilah sarwa yang kamu punya
segaris
kenyataan yang membuat seluruh dunia
pernah bermimpi
memilikinya
Nusantara, 2013
*) Salman
Rusydie Anwar, lahir di
Sumenep tahun 1981. Menulis puisi dan juga cerpen. Saat ini aktif mengelola
Pakempalan Sastra Kuwarasan (PSK) Kebumen, Jawa Tengah. Cerpennya dibukukan dalam antologi bersama,
"Perempuan Bermulut APi" (Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta,
2002).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar