SUARA
PEMBARUAN DAILY: 13/3/09
Menangislah
Sempuasmu
menangislah
sesukamu
biar
pagi berawan ini tak menjadi hujan
karena
air matamu
banjir-banjir
di mana
adalah
hasil karya matamu yang seringkali
mengaduh
dan menangis karena tak dihiraukan
hingga
luka bukanlah luka, tapi
kelembutan
yang tertuang dalam jiwa penyair
bukan,
itu adalah kata-kata
yang
mungkin belum sempat kau lahirkan
sebagai
anak kedua dari kelukaanmu
Yogya,
2009
Akankah
akankah
malam nanti
kata-kata
itu akan lahir kembali
mengisi
ruang-ruang kosong dalam benak semesta
di
waktu lapar menyakitkan
kekosongan
lahir kembali
mengusik
malam-malam
entah
karena engkau kuiyakan diam dalam diri
atau
karena memang manja dan sensual hingga menyibukkan
mata
enggan tertidur
mungkin
malam itu
terlalu
indah kulewatkan
maka,
bicaralah padaku
agar
senja yang datang nanti
tidak
lagi susah melihat langkah di atas rel
dan
mata yang tak mau lelap
perkembangan
senja
sudah
tak lagi cerah
jiwa
kita lapar
tingkah
kita lapar
rasa
kita lapar
kata-kata
pun lapar
semuanya
lapar
akibat
ketidaksejukan ruang-ruang
Yogya,
2009
Ketidakjelasan
engkau
bilang siang ini adalah jelas, tapi
mengapa
engkau masih ciptakan lubang-lubang pada daun
pergi
tanpa ada rasa, tak peduli, padahal kau tahu aku
mengelu
tak apa, selain adanya itu sendiri
dimana
kau letakkan perasaanmu
hingga
jiwamu mati, tanpa rasa
aku
pun sadar bahwa
banyak
kata kau berkurang dalam merasakan rasa
yang
ada hanya ketawa pada luka
Yogya,
2009
Kemungkinan
Lain
selalu
ada aras hujan memeluk batu
merobek
lurusnya daun
ini
mungkin
selalu
ada arus balik merasakan sedih
melukai
malam
ini
mungkin
selalu
ada kata tumbang
merajai
semesta
ini
mungkin
selalu
ada matahari terbit
memberi
makan pada bunga
ini
mungkin
selalu
ada kita yang luka
tak
ada yang memberi rasa
ini
kemungkinan lain
selalu
ada luka
yang
tak sembuh
karena
kita
ini
kemungkinan lain
selalu
ada kata-kata kosong
yang
selalu ada di negeri ini
ini
kemungkinan nyata
Yogya,
2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar