Sumber: Tangan Dicat Minyak |
karena
dirimu adalah sepi
salahkah
ketika bayang-bayang itu datang
kubiarkan
liar?
kemudian
kuhempaskan pada karang
mengakar
karena
dirimu adalah malam
sunyi
aku
karena
dirimu adalah sepi
tak
kuasa aku
dan
kubiarkan melebur bersama debur ombak
2008
hujan
telah tiba
musim
hujan telah tiba
pohon-pohon
kembali meranggas memadati dunia pikiranku
bau
tanah menjadi parfum alami
pada
mereka yang di bawah jembatan
atau
mereka yang di lantai keramik
bahkan
angin membuat dunia terlelap
kita
tinggalkan bersama sampai tak tersisa bau
kemarau
hanya
mungkin bekas luka memar
pada
lapat-lapat hujan yang bisa kita tangkap
sebagai
kenangan
kita
tinggalkan tandus di atas cangkul
dan
timba kita kembalikan ke barak
apa
yang hendak kita nanti di musim ini?
sebuah
musim yang basah
hari
yang becek
alam
selalu gelap
dan
cucian-cucian kita berbau amis
apa
yang kita banggakan dengan musim ini?
musim
yang sudah biasa
rumah-rumah
tenggelam
ribuan
jiwa terlantar
apa
yang bisa kita kembalikan?
alam
telah mampet dengan sampah
rumah-rumah
berbau busuk
mungkinkah
semuanya kita tusukkan pada langit yang diam
pada
kemungkinan yang patah
atau
kita biarkan saja tenggelam dengan nasifnya sendiri?
2008
kau
telanjang di balik kata-kata
-
Andes
suara
desir lirih kau menangis
kian
keras menghantam dadaku
sesak-
begitu sesak aku merasakan
hadirnya
gemericik
air matamu
terasa
begitu keras menekan denyut nadiku
tak
sampai tanganku berirama
di
kedua matamu
karena
kau terlalu jauh
kabar
yang kutanya
tak
mampu kau jawab sempurna
hanya
patahan napasmu kuberi makna
angin
lewat dari jenjela
berdengung
memecahkan kacamata masa laluku
kemudian
kepalaku terbenam
pada
tumpukan persoalan yang nyata-nyata
membuatmu
sakit
kata-kata
itu mengelupas dari dinding kamarku
hingga
aku hanya bisa mengantarkanmu
sampai
dipersimpangan
lalu
kubiarkan kau liar
menjadi
gelandangan kesakitan
2008
catatan
hari
di hari pertama;
dengan
kalimat sunyi kau tusuk aku
hingga
dinding hatiku retak
berdarah
menyumbat
pikiran hingga tersesat
di hari kedua;
kau
hanya diam
dengan
seribu kebisuan
aku
masih tersesat
dan
tak menyangka dapat menemuimu
berpangku
kata
di hari ketiga;
wajahmu
tak lagi tampak
namun
bekasnya masih membayangiku
kemudian
kutulis kembali kalimat sunyi itu
pada
jarum jam
untuk
menggilingnya menjadi kenangan
di
hari keempat;
detik
paling sempurna aku sendiri
tak
kusangka
kalimat
sunyi itu menikamku lebih keras
2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar