tiap keindahan
yang tertangkap
memberikan pintunya
menuju sudut yang tiada
tercatat di kitab-kitab suci
dan lembaran yang mewartakan
perihal kebenaran
memberikan pintunya
menuju sudut yang tiada
tercatat di kitab-kitab suci
dan lembaran yang mewartakan
perihal kebenaran
aku mencarimu
tiada
henti—semakin jauh
dari wujudmu yang kukenali
henti—semakin jauh
dari wujudmu yang kukenali
hatiku
membiarkan segenap
dukalaranya tersesat
di lembah-lembah
di mana hanya rindu
yang mampu diharap
dukalaranya tersesat
di lembah-lembah
di mana hanya rindu
yang mampu diharap
kau setitik
batu pertama
tabah dan kukuh berdekap karang
lubuk mutiara yang jernih
dan sendiri
tabah dan kukuh berdekap karang
lubuk mutiara yang jernih
dan sendiri
Yogyakarta,
2013
Kefas
I
di Genezaret, kau temui nelayan ini
dengan jemari jala penuh lumpur
ketika matamu sampai ke jantung
“kemari, ikutlah bersamaku
kujadikan kau penjala manusia” ucapmu
I
di Genezaret, kau temui nelayan ini
dengan jemari jala penuh lumpur
ketika matamu sampai ke jantung
“kemari, ikutlah bersamaku
kujadikan kau penjala manusia” ucapmu
jangan
menatapku dengan kasihmu
anak dari kekudusan dan penghambaan
sebab sedianya kulit kapuk
terbelahlah jua
dadaku
anak dari kekudusan dan penghambaan
sebab sedianya kulit kapuk
terbelahlah jua
dadaku
II
kini kusangkal kau dalam detik
waktu yang runtuh dan tercecer
di sepanjang bukit
pada pucuk kokok ayam
kini kusangkal kau dalam detik
waktu yang runtuh dan tercecer
di sepanjang bukit
pada pucuk kokok ayam
juga bukanlah
laut
tempat ombak biasa menerkam
yakinku. sebab lidah-lidah api dari roh kudus
sampai juga di kening para nabi
tempat ombak biasa menerkam
yakinku. sebab lidah-lidah api dari roh kudus
sampai juga di kening para nabi
“apakah kau
bersama orang Galilea itu?”
III
maka salibkan aku, dengan tiang palang terbalik
sebagaimana pijak kaki tak mesti di bumi
karena arah jejak mestilah meninggi
maka salibkan aku, dengan tiang palang terbalik
sebagaimana pijak kaki tak mesti di bumi
karena arah jejak mestilah meninggi
biar mereka
tergoncang iman
dan maut memburu di larik sumsumku
sungguh tak ada debu dalam dadaku
yang berkata tidak pada hadirmu
dan maut memburu di larik sumsumku
sungguh tak ada debu dalam dadaku
yang berkata tidak pada hadirmu
tapi di sini,
aku hanya penjala
dengan jemari yang terpisah
ke arah tanah
dengan jemari yang terpisah
ke arah tanah
aku tidak
mengenalmu
tidak untuk keyakinanku
tidak untuk keyakinanku
Yogyakarta,
2011
Kesaksian
pada punggung
tahun yang letih
para peratap mengungsi
ke balik gunung-gunung teduh
muasal seluruh bah. tempat nuh
melarungkan takut
dan percaya, bahwa tuhan
bersembunyi di balik segala
bencana
para peratap mengungsi
ke balik gunung-gunung teduh
muasal seluruh bah. tempat nuh
melarungkan takut
dan percaya, bahwa tuhan
bersembunyi di balik segala
bencana
rahmat dan
pancaroba
iman dan sangsi
seumpama aku dan matahari
yang tersesat di keluasan malam
menyerah pada kuasa tidur
iman dan sangsi
seumpama aku dan matahari
yang tersesat di keluasan malam
menyerah pada kuasa tidur
aku kan’an yang
tak
percaya. kebenaran datang
dari ayah dan tuhan
sebab di mulut maut yang sejuk
kutemukan wahyuku
berdekap tatap
dengan wajahKu
sendiri
percaya. kebenaran datang
dari ayah dan tuhan
sebab di mulut maut yang sejuk
kutemukan wahyuku
berdekap tatap
dengan wajahKu
sendiri
Yogyakarta,
2013
Kata
kata adalah
gembala
yang tertidur. di lengan bukit
dan padang-padang terbuka
saat segalanya
jatuh dan mengalir
`
dalam darah sangkala
yang bisu. memanggul gairah
ke puncak jemu
rapat pada segala
pada yang tak terperi
yang tertidur. di lengan bukit
dan padang-padang terbuka
saat segalanya
jatuh dan mengalir
`
dalam darah sangkala
yang bisu. memanggul gairah
ke puncak jemu
rapat pada segala
pada yang tak terperi
kata adalah
gembala
yang tertidur. ketika duka cita
menyalakannya
di langit mengerjap
jauh dari segala
yang mampu
dicercap
yang tertidur. ketika duka cita
menyalakannya
di langit mengerjap
jauh dari segala
yang mampu
dicercap
Yogyakarta,
2013
Ahmad Kekal Hamdani, penyair berdarah
Madura ini lahir di sebuah panti Katolik di kota Jember 5 Agustus 1987. Tahun
2000 hingga 2008 menghabiskan waktunya belajar di beberapa pesantren di Madura,
sebelum akhirnya hijrah ke Yogyakarta. Menulis puisi dan esai sastra-budaya.
Sejak akhir 2008 bersama kawan-kawan membangun komunitas-Masyarakat Bawah Pohon
Yogyakarta. Tulisannya tersiar di media massa lokal, nasional, serta antologi
bersama yang diterbitkan dalam rangka festival maupun temu sastra di Indonesia.
Kini selain menulis aktivitas senggangnya adalah melukis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar