Polor*
kedua tangannya yang kecil
membuat bola dunia dari tanah lempung
lalu ditiupkannya roh iblis
pememangsa sekawanan burung
ketapel dikalungkan di jenjang lehernya
siap melemparkan polor ke tempat jauh
di mana sekawanan hantu tanaman berkerumun
menyusun siasat hitam pencurian diam-diam
bola dunia di tangannya dijemur
di antara rumbai rumputan
agar panas yang menyusup
menambahkan tenaga api yang siap diledakkan
wajahnya bercermin kepada lumpur hitam
dilihatnya sepasang mata ciptaan tuhan
menyerupai tanah lempung
yang baru saja selesai disempurnakan
hatinya bertanya, mungkinkah ia bagian dari tuhan
yang bisa melahirkan banyak kemungkinan
ketika hujan datang mengirim kabar badai?
burung-burung terbang menjelma hantu
bagi musim panen
di diam angin ia menukar biji matanya
dengan bola dunia ciptaan sendiri
tuhan tahu, di situ ia duduk
tak henti mengucap janji pada matahari
untuk setia menanti kedatangan musim kabut
yang akan membuatnya lupa jalan pulang
Batang-Batang, 2013
*peluru ketapel
kedua tangannya yang kecil
membuat bola dunia dari tanah lempung
lalu ditiupkannya roh iblis
pememangsa sekawanan burung
ketapel dikalungkan di jenjang lehernya
siap melemparkan polor ke tempat jauh
di mana sekawanan hantu tanaman berkerumun
menyusun siasat hitam pencurian diam-diam
bola dunia di tangannya dijemur
di antara rumbai rumputan
agar panas yang menyusup
menambahkan tenaga api yang siap diledakkan
wajahnya bercermin kepada lumpur hitam
dilihatnya sepasang mata ciptaan tuhan
menyerupai tanah lempung
yang baru saja selesai disempurnakan
hatinya bertanya, mungkinkah ia bagian dari tuhan
yang bisa melahirkan banyak kemungkinan
ketika hujan datang mengirim kabar badai?
burung-burung terbang menjelma hantu
bagi musim panen
di diam angin ia menukar biji matanya
dengan bola dunia ciptaan sendiri
tuhan tahu, di situ ia duduk
tak henti mengucap janji pada matahari
untuk setia menanti kedatangan musim kabut
yang akan membuatnya lupa jalan pulang
Batang-Batang, 2013
*peluru ketapel
Ranggun
1/
aku menjadi rumah segala musim
pasrah dan setia menanti tahun-tahun lewat
kakiku bambu kering sisa bangunan
atapku daun-daun kelapa mati
aku tidak pernah mengeluh
karena lumpur mengajariku ketabahan
tidak takut menjadi hitam oleh matahari
tidak takut rapuh lantaran hujan tiada henti
2/
kalau musim padi tiba, aku berteriak gembira
petani akan mendatangiku setiap hari
membersihkan lumut-lumut di tubuhku
sambil berteriak mengusir burung-burung
yang lebih menyerupai dendang lagu
lalu aku menari bersama angin
menghibur tetumbuhan padi yang mulai menguning
3/
kalau musim tembakau datang, aku tetap setia
menjadi rumah bagi kesepian
tak ada petani menemaniku sepanjang hari
ia hanya datang memercikkan harum keringatnya ke tanganku
sebelum akhirnya meninggalkanku termangu
meratapi usia tua yang dibenci burung-burung
di malam hari, akulah pengusir hantu
yang akan menggugurkan daun sebelum panen
aku bisa menyulap wujudku jadi malaikat
menakuti siapa pun yang datang mendekat
4/
sebab tuhan pernah menitipkan restu padaku
untuk menjadi surga bagi setiap kesakitan dan kesedihan
Batang-Batang, 2013
1/
aku menjadi rumah segala musim
pasrah dan setia menanti tahun-tahun lewat
kakiku bambu kering sisa bangunan
atapku daun-daun kelapa mati
aku tidak pernah mengeluh
karena lumpur mengajariku ketabahan
tidak takut menjadi hitam oleh matahari
tidak takut rapuh lantaran hujan tiada henti
2/
kalau musim padi tiba, aku berteriak gembira
petani akan mendatangiku setiap hari
membersihkan lumut-lumut di tubuhku
sambil berteriak mengusir burung-burung
yang lebih menyerupai dendang lagu
lalu aku menari bersama angin
menghibur tetumbuhan padi yang mulai menguning
3/
kalau musim tembakau datang, aku tetap setia
menjadi rumah bagi kesepian
tak ada petani menemaniku sepanjang hari
ia hanya datang memercikkan harum keringatnya ke tanganku
sebelum akhirnya meninggalkanku termangu
meratapi usia tua yang dibenci burung-burung
di malam hari, akulah pengusir hantu
yang akan menggugurkan daun sebelum panen
aku bisa menyulap wujudku jadi malaikat
menakuti siapa pun yang datang mendekat
4/
sebab tuhan pernah menitipkan restu padaku
untuk menjadi surga bagi setiap kesakitan dan kesedihan
Batang-Batang, 2013
Burung
Pipit
subuh membisikkan kalimat azan ke kupingku
aku terbangun dari mimpi,
bergegas terbang menjemput matahari
kutinggalkan sarang serta kehangatan
mengembara mencari biji-biji padi di sawah
angin merontokkan bulu-bulu sayapku
sisa basah embun meresap di leherku
tapi aku terus terbang menggapai awan
menampakkan kegembiraan tak tertahan
hamparan padi menguning
melambai-lambai seperti tarian ronggeng
harum tanah lumpur menyeruak ke angkasa
musim hujan, apa kabar?
kebeninganmu membuat petani tertawa
tanggul sungai kau tembus dengan alir airmu
yang berlomba mencapai petak sawah
kalau ada waktu, mampirlah ke sarangku
siramkanlah juga airmu
biar tumbuh biji-biji baru dari sisa sekam
yang kucuri dari padi petani
agar esok aku tidak bertengkar dengan mereka
dan aku bisa hidup lebih lama
tidakkah kau bersedih ketika peluru ketapel
membentur kepalaku dan aku terjatuh ke tanah
memanggil-manggil sesuatu yang tak ada?
bayangan, aku ingin menjadi bayangan
menyusup di sela pohon padi tanpa terlihat
mengambil segantang biji
untuk simpanan esok hari
tapi tubuhku yang kecil, kakiku yang kurus
tak bisa membangun lumbung
andai aku bisa melawan takdir
aku ingin berhenti mencintai angin
hidup miskin seperti petani
makan sepiring nasi hasil sendiri
Batang-Batang, 2013
subuh membisikkan kalimat azan ke kupingku
aku terbangun dari mimpi,
bergegas terbang menjemput matahari
kutinggalkan sarang serta kehangatan
mengembara mencari biji-biji padi di sawah
angin merontokkan bulu-bulu sayapku
sisa basah embun meresap di leherku
tapi aku terus terbang menggapai awan
menampakkan kegembiraan tak tertahan
hamparan padi menguning
melambai-lambai seperti tarian ronggeng
harum tanah lumpur menyeruak ke angkasa
musim hujan, apa kabar?
kebeninganmu membuat petani tertawa
tanggul sungai kau tembus dengan alir airmu
yang berlomba mencapai petak sawah
kalau ada waktu, mampirlah ke sarangku
siramkanlah juga airmu
biar tumbuh biji-biji baru dari sisa sekam
yang kucuri dari padi petani
agar esok aku tidak bertengkar dengan mereka
dan aku bisa hidup lebih lama
tidakkah kau bersedih ketika peluru ketapel
membentur kepalaku dan aku terjatuh ke tanah
memanggil-manggil sesuatu yang tak ada?
bayangan, aku ingin menjadi bayangan
menyusup di sela pohon padi tanpa terlihat
mengambil segantang biji
untuk simpanan esok hari
tapi tubuhku yang kecil, kakiku yang kurus
tak bisa membangun lumbung
andai aku bisa melawan takdir
aku ingin berhenti mencintai angin
hidup miskin seperti petani
makan sepiring nasi hasil sendiri
Batang-Batang, 2013
Patung
Kenangan
1/
sembahyangku debar ketakutan
sekaligus penolakan akan tarian bayang-bayang
kehilangan yang dijanjikan waktu
adalah duka maha abadi
kukutuk batu-batu
kupecahkan lampu-lampu
sebab diam ibarat sebilah pedang telentang
jatuh dari tangan Hector prajurit Troy di medan perang
disambut guguran kelopak kembang
hujan turun menumbuhkan lumut
mengairi pohon usia waktu
maut menggerutu memanggil dunia
di mana aku tak pernah ada
2/
aku takluk pada kegetiran sebuah doa panjang
menjelma kekosongan-kekosongan
gentayangan di antara bintang-bintang padam
ibarat seonggok patung kenangan berselempang sutra putih
yang dikirim dari negeri kayu
dengan mata mengeram air racun
mengalir dalam darahku
Batang-Batang, 2013
1/
sembahyangku debar ketakutan
sekaligus penolakan akan tarian bayang-bayang
kehilangan yang dijanjikan waktu
adalah duka maha abadi
kukutuk batu-batu
kupecahkan lampu-lampu
sebab diam ibarat sebilah pedang telentang
jatuh dari tangan Hector prajurit Troy di medan perang
disambut guguran kelopak kembang
hujan turun menumbuhkan lumut
mengairi pohon usia waktu
maut menggerutu memanggil dunia
di mana aku tak pernah ada
2/
aku takluk pada kegetiran sebuah doa panjang
menjelma kekosongan-kekosongan
gentayangan di antara bintang-bintang padam
ibarat seonggok patung kenangan berselempang sutra putih
yang dikirim dari negeri kayu
dengan mata mengeram air racun
mengalir dalam darahku
Batang-Batang, 2013
Jantung
Perahu
aku berdenyut di antara gulungan ombak
menghitung waktu, mengukur jarak
perahu menembus kabut
bulan separuh semakin susut
aku bergelayut di tiang layar
melempar sauh, menyeka peluh
bayanganku hilang ditelan keheningan
mungkin juga dimakan ikan-ikan
aku teringat cemara-cemara melambai
ciuman selamat berlayar di kening istriku
serta doa-doa luruh di mulut pintu
kuputus tambang jangkar
agar kain layar mengabarkan kepulangan tak sampai
serta kegetiran-kegetiran tak selesai
sebab pantai tak pernah berjanji akan menjadi ibu
bagi sampan kecil yang takut pada angin
Yogyakarta, 2013
aku berdenyut di antara gulungan ombak
menghitung waktu, mengukur jarak
perahu menembus kabut
bulan separuh semakin susut
aku bergelayut di tiang layar
melempar sauh, menyeka peluh
bayanganku hilang ditelan keheningan
mungkin juga dimakan ikan-ikan
aku teringat cemara-cemara melambai
ciuman selamat berlayar di kening istriku
serta doa-doa luruh di mulut pintu
kuputus tambang jangkar
agar kain layar mengabarkan kepulangan tak sampai
serta kegetiran-kegetiran tak selesai
sebab pantai tak pernah berjanji akan menjadi ibu
bagi sampan kecil yang takut pada angin
Yogyakarta, 2013
Nyanyian
Daun-Daun
daun-daun menyanyikan lagu musim gugur
saat setangkai bunga dipetik
darah kental meleleh dari ranting patah
menyemerbak aroma hutan
matahari bangkit dari sumur kesunyian
seekor burung menanyakan usia waktu
yang lekat pada kelopak-kelopak kembang
lalu didengarnya suara bisikan dari dalam hutan
seperti dengung himne kematian langit dan bumi
yang semakin lama semakin lantang
menggetarkan batu-batu diam
ada akar menjalar, putus dari pangkal
bunga rontok ditampar taufan
dan seekor burung terbang menghitung jarak
di matanya, gambar kunang-kunang menangis
kehilangan anaknya
Yogyakarta, 2013
daun-daun menyanyikan lagu musim gugur
saat setangkai bunga dipetik
darah kental meleleh dari ranting patah
menyemerbak aroma hutan
matahari bangkit dari sumur kesunyian
seekor burung menanyakan usia waktu
yang lekat pada kelopak-kelopak kembang
lalu didengarnya suara bisikan dari dalam hutan
seperti dengung himne kematian langit dan bumi
yang semakin lama semakin lantang
menggetarkan batu-batu diam
ada akar menjalar, putus dari pangkal
bunga rontok ditampar taufan
dan seekor burung terbang menghitung jarak
di matanya, gambar kunang-kunang menangis
kehilangan anaknya
Yogyakarta, 2013
Lahir di Batang-Batang, Sumenep-Madura, 05 Juni 1991. Alumnus Pondok Pesantren AL-AMIEN Prenduan Sumenep-Madura. Puisi-puisinya dipublikasikan di sejumlah media cetak dan termaktub dalam berbagai bunga rampai: Akar Jejak (2010), Estafet (2010), Memburu Matahari (2011) dan Sauk Seloko (2012). Kini ia Mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam FAIB-UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar